Selasa, 26 Mei 2009


Crayon Sinchan
Masih ingat bagaimana kehebohan yang ditimbulkan ketika serial Crayon Sinchan pertama kali ditayangkan di televisi? Dibandingkan dalam serial TV, dalam serial komiknya anda dijamin akan lebih terkejut dan tertawa lebih keras.
Versi komik Crayon Sinchan memang sedikit lebih nakal dari versi filmnya. Kenakalan seorang Sinchan, entah bagaimana berhasil mengubah kehidupan keluarga Jepang yang sangat biasa menjadi sangat menarik untuk disimak. Ayah Sinchan, Hiroshi, adalah pegawai kantor yang sangat umum terdapat di Jepang, lengkap dengan berbagai tekanan dan depresi yang dialaminya. Ibu Sinchan, Misae, sama seperti ibu-ibu lainnya yang suka bergosip, sering ngomel, cerewet, dan pemarah. Anjingnya pun hanya anjing kampung biasa berwarna putih. Jadi apa yang menarik dari komik ini? Tak dapat dielakkan, polah tingkah Sinchan lah yang menjadi daya tarik komik ini. Kelakuannya sangat luar biasa. Sinchan sangat menyukai wanita-wanita cantik (terutama yang berbikini!), selalu melakukan permainan yang tidak lazim seperti :main mayat-mayatan, main petak umpet tanpa ada yang jaga, menggoda ibu guru, dan hal-hal absurd lainnya. Cerita makin berkembang seiring dengan kemunculan tokoh-tokoh lain dengan kepribadian yang berbeda-beda satu sama lain.



Menilik perilaku tokoh utama yang sangat absurd, lebih baik komik ini tidak menjadi konsumsi anak-anak. Sama seperti serial Bart Simpson, Crayon Sinchan lebih cocok dikonsumsi orang dewasa yang membutuhkan stimulan untuk tertawa setelah seharian bekerja keras. Beberapa unsur dalam komik, seperti keakraban antar keluarga (walaupun dicapai dengan cara yang aneh!) dapat menjadi pelajaran berharga dalam hidup kita.

Seperti yang terlihat di sampul depannya, edisi kali ini didominasi oleh konflik keluarga Nohara dengan Musae Koyama. Adik Misae ini numpang tinggal di rumah kakaknya karena patah hati dianggap tidak berbakat sebagai fotografer. Misae dibuat pusing tujuh keliling sebab adiknya hanya bermalas-malasan. Ia membujuk suaminya untuk berbicara dengan Musae, tetapi justru Hiroshi kalah debat oleh adik ipar yang mengatainya takut kepada istri. Akhirnya persoalan ini melibatkan Masae, kakak Misae, dan ayahnya, Koyama. Kehadiran Koyama cukup menarik karena memperlihatkan bahwa anak perempuan pun dididik dengan tegas, meski ia berpesan agar Musae pulang saja untuk menikah jika tidak mau berubah dan mencari pekerjaan.
Bab-bab selanjutnya dikelompokkan menurut tema cerita. ‘alau Sudah Besar Nanti Saya Ingin Jadi Pekerja yang Hebat!!’ antara lain mencakup perselisihan Koji, seorang pekerja bangunan yang ikut merenovasi rumah keluarga Nohara, dan calon mertuanya, Onigawara. Dalam bab ini, muncul seorang pemusik jalanan yang menyanyikan lagu penuh sindiran. “Aku mau bayar pajak kalau digunakan dengan benar, aku mau bayar pensiun kalau nanti aku benar menerima..” (hal. 53).
Dalam bab ‘Bakat Saya Ini Berasal dari Papa dan Mama Juga Kok!!’, terdapat kisah yang menyentuh. Misae merasa risih ketika diajak ke klub dengan pria-pria muda penghibur oleh sahabatnya, Okei. Ia memarahi pemuda yang duduk menemaninya, apalagi saat si pemuda memintanya dibelikan minuman mahal. “Enak saja!! Kau menghabiskan 30 ribu yen milik suamiku? Apa kerjamu?” (hal. 65).
Seperti biasa, volume ini diselingi kisah plesetan fantasi dan ditutup komik singkat mengenai ulah Himawari yang makin badung namun entah kapan dapat berdiri, berjalan dan berbicara.



0 komentar:

Posting Komentar